Senin, 31 Juli 2017

Masjid Baiturrahman Banda Aceh

SITUASI SETELAH AIR TSUNAMI SURUT

Minggu pagi 26 Desember 2004, gempa dahsyat berkuatan sekitar 9,8 skala richter terjadi di samudra Hindia sebelah barat pantai Sumatra. Di sebelah barat laut pulau Simeuleu dengan kedalaman 30 km di bawah permukaan laut terjadi tabrakan dua lempeng bumi.


Gempa bumi yang menyebabkan naiknya bentang lempeng itu mengayunkan energi raksasa di dalam gelombang air laut dengan kecepatan sekitar 1.000 km per jam. Saking kuatnya, energi itu menghantam pantai sedikitnya 15 negara mulai dari Thailand, Srilanka, Tanzania, Madagaskar, Yaman, hingga Afrika Selatan. Pencatat data gelombang Showa Base di Jepang bahkan melaporkan, air bah itu sampai pula ke Antartika dengan gelombang laut setinggi 1 meter.

Negara-negara terdekat dengan episentrum gempa itu merasakan akibat paling parah. Empat negara mengalami dampak paling parah yaitu Indonesia, Srilanka, India, dan Thailand.

Begitu banyak nyawa melayang dalam peristiwa maha dahsyat tersebut dan banyak pula bangunan yang rusak karena bencana alam. Namun, ada satu hal yang terekam di benak masyarakat aceh ketika mengenang tsunami, yaitu masih kokohnya bangunan masjid, baik masjid raya Baiturrahman di Banda Aceh maupun masjid besar di Meulaboh dan masjid-masjid lain yang juga ikut terkena dampa tsunami namun masih berdiri tegak.

Tulisan Sisiria Jayasuria dan Peter McCawley dalam buku “The Asian Tsunami” agaknya menjelaskan hal itu dari sudut pandang ilmiah. Dalam buku yang terbit pada tahun 2010 itu, keduanya menulis bahwa Banda Aceh terletak pada radius 300 km dari episentrum gempa Megathrust.


Banda Aceh tempat yang pertama kali terkena dampak gempa megathrust. Gedung dan rumah runtuh mengakibatkan para penghuninya tertimbun puing reruntuhan.

Banyak orang berupaya menolong korban gempa. Satu setengah jam setelah gempa usai, barulah orang keluar untuk menolong para korban dari reruntuhan bangunan. Sepintas air bah itu tidak terlalu berbahaya, namun sesungguhnya air tersebut membawa mala petaka.

McCawley menerangkan, awalnya tsunami memang terlihat seperti ombak biasa yang tidak tinggi. Namun, setelah ombak datang, muncul gelombang-gelombang susulan yang langsung bergulung bila terhalang sesuatu benda didepannya. Semakin tinggi halangannya, makin besar pula gulungan ombak tersebut. Gelombang dahsyat baru muncul ketika air bah berupaya menerobos dan mengungguli daerah yang lebih tinggi melalui gelombang susulan.

Dalam buku The Indian Ocean Tsunami (2007) tim peneliti tsunami dari Jepang mengukur ketinggian ombak yang paling tinggi berada di Rhiting, sebelah barat daya Banda Aceh, mencapai 48,8 meter. Sedangkan di Kota Banda Aceh yang datar, gelombang tsunami paling tinggi mencapai 6 meter.

Kedua buku itu memberikan gambaran bahwa tsunami di Aceh bukanlah seperti gambaran awam tentang gelombang raksasa yang menjulang tinggi sejak datang dari samudera. Tsunami yang datang ke daratan yang datar bukanlah empasan ombak raksasa, melainkan desakan gelombang laut yang terus-menerus melaju dengan kecepatan yang sangat tinggi. Masalahnya, gelombang laut itu mengamuk menjadi gelombang susulan yang bergulung tinggi jika menemui daerah yang lebih tinggi.

Itulah sebabnya, masjid raya Baiturrahman di Banda Aceh masih tegak berdiri dan tidak tergulung gelombang besar. Wilayah datar yang terbuka di sekitar masjid dinilai mampu menjinakkan gelombang laut yang ganas itu. Area yang terbuka dan tidak tersekat-sekat juga berfungsi mengendalikan barang-barang yang terbawa arus agar tak bertumpuk dan menerjang setiap obyek di depannya.

Adapun hancurnya berbagai bangunan yang terkena empasan tsunami umumnya disebabkan oleh tumpukan material yang makin lama makin menggunung yang terbawa arus gelombang. Benda besar seperti kapal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) milik PLN yang terseret gelombang tsunami hingga 5 km ke daratan adalah salah satu material yang menerjang objek yang dilewatinya. Objek-objek yang lebih kecil dan lebih rapuh dari kapal itu tentu saja kalah ketika diterjang ombak air laut.

Dan dibawah ini merupakan wajah baru masjid raya Baiturrahman Banda Aceh tahun 2017.

SUASANA MASJID RAYA BAITURRAHMAN PADA MALAM HARI

INDAHNYA HALAMAN MASJID RAYA BAITURRAHMAN TAHUN 2017

KOLAM BARU DI HALAMAN MASJID RAYA BAITURRAHMAN

PAYUNG YANG MIRIP DENGAN PAYUNG DI MASJID NABAWI MADINAH, ARAB SAUDI


PERHATIAN : SETELAH MENGKLIK SEBUAH LINK, ANDA AKAN MENUJU KE HALAMAN BERIKUTNYA DAN TUNGGU 5 DETIK. SELANJUTNYA KLIK TULISAN LEWATI AGAR ANDA DAPAT MEMBUKA HALAMAN YANG ANDA TUJU.





TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA